Sumber Bacaan: Buku “SIPIROK NA SOLI, Bianglala Kebudayaan Masyarakat Sipirok.” Ditulis oleh : Hesty Asnita Lubis
Sejarah tentang pertumbuhan Sipirok tidaklah salah jika dimulai dari sejarah nama Sipirok itu sendiri. Menurut cerita lisan yang hingga kini masih hidup ditengah-tengah masyarakat, kata Sipirok berasal dari nama kayu Sipirdot. Setelah mengalami transformasi, kata Sipirdot berubah menjadi Sipirok.
Masyarakat Sipirok merupakan gabungan dari sejumlah besar orang-orang yang berlainan marga dan datang dari berbagai tempat ke kawasan Sipirok dan Saipar Dolok Hole. Kedatangan mereka tidak terjadi secara serentak.
Dalam hal ini ada pendapat umum yang mengakui bahwa cikal bakal yang mengawali pertumbuhan masyarakat Sipirok ialah orang-orang yang bermarga Siregar. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sejarah pertumbuhan masyarakat Sipirok berawal dari datangnya sejumlah keluarga yang bermarga Siregar kekawasan Sipirok yang menetap dan berkembang di daerah tersebut. Kemudian perlahan orang yang berlainan marga pun perlahan memasuki wilayah Sipirok. Tetapi mereka semua dapat membentuk suatu kehidupan bersama dari generasi ke generasi hingga sekarang.
Proses terbentuknya masyarakat Sipirok dengan cara dan keadaan yang demikian itu tampak tergambar dalam ungkapan local yang mengatakan bahwa "Sipirok Pardomuan". Arti ungkapan tersebut adalah : Sipirok Perpaduan. Dan kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat Sipirok memang merupakan perpaduan dari sejumlah besar orang-orang yang berlainan marga yang dahulu datang dari berbagai tempat yang berbeda dan bertemu dikawasan Sipirok & Saipar Dolok Hole.
Menurut beberapa literatur dan keterangan lisan, orang-orang yang bermarga Siregar yang merupakan cikal bakal dalam proses pertumbuhan masyarakat Sipirok berasal dari suatu tempat yang bernama Muara. Tempat tersebut terletak di Tapanuli Utara, lokasinya ditepi Danau Toba. Dan menurut O. Gorga Torsana Siregar (1974:6) orang–orang yang bermarga Siregar adalah keturunan dari Toga Siregar. Ia adalah putra bungsu dari Si Raja Lontung yang dilahirkan dari istrinya si Boru Pareme pada suatu tempat yang bernama Banua Raja, letaknya ditepi Danau Toba. Diperkirakan Toga Siregar lahir kurang lebih 550 yang lampau, sebab perkiraan itu dibuat oleh O.Gorga Torsana Siregar pada tahun 1974, maka dapat diperhitungkan bahwa Toga Siregar lahir sekitar tahun 1424.
Setelah Toga Siregar berumah tangga dan mendapat anak, dia bersama keluarganya pindah ke Banua Raja ke desa Sabulan yang juga terletak ditepi Danau Toba. Toga Siregar dan keluarganya menetap di desa Sabulan sampai mendapat cucu. Kemudian karena desa Sabulan ditimpa bencana alam Toga Siregar beserta istri dan anak cucunya pindah ke sebuah tempat yang bernama Urat di pulau Samosir.
Keturunan Raja Sumba yang yang sudah lebih dulu menetap di Urat curiga bahwa kedatangan keluarga Toga Siregar hendak merebut tempat tersebut, yang berujung pada konflik antara Raja Sumba dan Toga Siregar yang membuat Toga Siregar meningggalkan tempat itu dan pindah ke Muara yang terletak di pinggir Danau Toba di seberang pulau Samosir.
Pada masa Toga Siregar menetap di Muara, ia telah mempunyai empat orang putra dan satu orang putri. Keempat putranya itu masing-masing adalah : Raja Silo, Raja Dongoran, Raja Silali, dan yang bungsu Raja Sianggian.
Anak sulung Toga Siregar yang bernama Raja Silo mempunyai lima orang putera: Ompu Tuan Dihorbo, Si Lima Lombu, Tuan Nahoda, Datu Bira dan yang bungsu Datu Mangambe.
Putera kedua Toga Siregar yang bernama Raja Dongoran mempunyai seorang anak laki-laki bernama Datu Junjungan.
Anak Toga Siregar yang ketiga, yaitu bernama Raja Silali mempunyai seorang putra bernama Guru Sinungsungan.
Putra Toga Siregar yang bungsu yakni Raja Sianggian mempunyai dua orang putra, yaitu Ompu Tuan Jujur (Giang Raja), dan adiknya bernama Parmata Sopiak.
Pada waktu berdiam di Muara, keluarga Toga Siregar mengalami konflik dengan saudara2 kandungnya. Untuk menghindari kejadian yang lebih buruk, maka Toga Siregar dan seluruh keluarganya meninggalkan Muara. Mereka pindah kesuatu tempat yang bernama Sigaol. Tetapi dikemudian hari Toga siregar beserta keluarganya kembali lagi ke kawasan Muara dan membuka sebuah pemukiman baru yang diberi nama Huta Siraja. Letaknya tidak begitu jauh dari desa Aritonang yang sampai sekarang masih terdapat di Tapanuli Utara. Menurut riwayat Toga Siregar meninggal dunia dan dimakamkan di Huta Siraja Batu yang terletak dikawasan Muara itu.
Setelah Toga Siregar meninggal dunia, untuk beberapa generasi lamanya sebahagian keturunan dari keempat putranya menetap di Muara. Sebahagian lainnya pergi membuka pemukiman baru yang tidak begitu jauh dari Muara. Pada suatu masa kemarau panjang melanda Muara, sehingga terjadi gagal panen padi. Untuk menghindari kelaparan keluarga Toga Siregar meninggalkan tempat itu. Mereka pindah ke kawasan Humbang, dan membuka tempat pemukiman baru (Lobu Siregar). Menurut Soetan Pangoerabaan (1925:6) keturunan Toga Siregar yang pindah dari Muara diantaranya adalah Parisang-isang Harbangan dan Parmata Sapiak.
Dalam hubungan ini menurut O.Gana Torsana dan Sutan Habiaran Siregar (1974:48) Parisang-isang Harbangan adalah keturunan Raja Silali (putra ketiga Toga Siregar) dan Parmata Sapiak keturunan Raja Siagian (putra bungsu Toga Siregar).
Menurut O. Gana Torsana Siregar (1974:49) empat orang dari keturunan Raja Dongoran (putra kedua Toga Siregar) ikut meninggalkan Muara untuk menyusul dua saudaranya yang telah terlebih dahulu pindah ke kawasan Humbang. Keempat keturunan Raja Dongoran itu adalah : Datu Baragas, Datu Nahurnuk, Datu Mangapung, dan Datu Parultop. Mereka merupakan generasi ke lima dari Toga Siregar. Selain itu, satu orang dari keturunan Raja Silo (putra sulung Toga Siregar) yang bernama Si Jambe Ulubalang merupakan generasi ke enam dari Toga Siregar, bersamanya turut anaknya yang bernama Guru Sotaradu, yang merupakan generasi ke tujuh dari Toga Siregar.
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan, bahwa yang pindah dari Muara ke Humbang adalah keturunan dari empat putra Toga Siregar. Karena diantara yang pindah terdapat generasi ketujuh Toga Siregar yang diperkirakan lahir sekitar 1424 M maka dapat diperkirakan perpindahan mereka dari Muara ke Humbang terjadi sekitar tahun 1600. Dalam hal ini masa satu generasi diperkirakan sekitar 25 tahun.
Melalui keterangan yang demikian ini dapatlah diketahui dengan jelas bahwa rombongan orang-orang bermarga Siregar yang bertama kali memasuki wilayah Angkola adalah yang pindah dari kawasan Humbang. Bekas tempat pemukiman mereka di Humbang disebut Lobu Siregar. Nama lobu biasanya digunakan untuk menyebut suatu bekas tempat pemukiman yang sudah ditinggalkan oleh penduduknya.
Nama Lobu siregar yang diberikan pada bekas tempat pemukiman sejumlah keturunan Toga Siregar dikawasan Humbang itu, dapat memberi petunjuk bahwa pada waktu mereka mendiami tempat itu, mereka sudah merupakan bahagian dari suatu kelompok kekerabatan patrilineal (marga) yang menggunakan identitas Siregar.
Sesuai dengan perkiraan diatas, bahwa keturunan Toga Siregar bermukim di Humbang sekitar tahun 1600, pada masa itu pula lah sebahagian dari mereka mulai memasuki wilayah Angkola untuk pertama kalinya. Kawasan yang mereka masuki adalah kawasan Saipar Dolok Hole dan kawasan Sipirok. Pada masa dahulu kedua kawasan ini dinamakan Angkola Dolok (Parlindungan 1987:32).
O. Gorgana Torsana Siregat (1974:32) mengemukakan bahwa pada waktu orang-orang bermarga Siregar berada di Humbang (Lobu Siregar), ada diantara mereka yang pergi ke perbatasan Balige untuk meluaskan wilayah pemukiman. Tetapi ternyata kawasan tersebut telah ditempati oleh keturunan Siraja Sumba, dan mereka tidak dapat menerima kedatangan keturunan Siregar. Akhirnya terjadi konflik diantara kedua belah pihak, yang menyebabkan keturunan bermarga Siregar memutuskan untuk meninggalkan huta tempat mereka bermukim di Humbang, dan sebahagian dari mereka kembali ke Muara, dan sebahagian lainnya pindah ke Pangaribuan yang tidak begitu jauh tempatnya dari Saipar Dolok Hole di Angkola Dolok.
Karena berbagai hal, mereka yang pindah ke Pangaribuan kemudian meninggalkan tempat tersebut. Datu Baragas (keturunan Raja Dongoran) kembali ke Muara. Saudaranya yang bernama Datu Mangapung bersama keluarganya pergi ke Sigumpar. Saudaranya yang lain yang bernama Datu Parultop bersama keluarganya pergi ke Sipiongot di Padang Bolak. Sedangkan saudara mereka yang bernama Datu Nahurnuk bersama keluarganya meninggalkan Pangaribuan menuju Saipar Dolok Hole. Namun Datu Nahurnuk meninggal dunia dalam perjalanan menuju daerah tersebut. Keluarga Datu Nahurnuk meneruskan perjalanan mereka dengan dipimpin oleh Ompu Palti Raja, yaitu putra Datu Nahurnuk.
Setelah lama meninggalkan Pangaribuan akhirnya rombongan yang dipimpin oleh Ompu Palti Raja itu memasuki kawasan Saipar Dolok Hole atau Angkola Dolok di Tapanuli Selatan. Di tempat itu mereka membuka pemukiman baru yang dikenal dengan nama Sibatang Kayu. Letaknya tidak begitu jauh dari Sipagimbar. Menurut Parlindungan (1987:32) tempat pemukiman yang dibuka oleh Ompu Palti Raja di kawasan Saipar Dolok Hole itu bernama Sibatang Hayuara Mardomu Bulung, yang berarti : Pohon Beringin bertaut Daun.
Dalam wawancara yang dilakukan dengan beberapa orang tokoh masyarakat di Sipagimbar, mereka membenarkan bahwa tempat yang bernama Sibatangkayu itu dahulu memang merupakan tempat pemukiman nenek moyang orang-orang bermarga Siregar yang mula-mula sekalli datang dari Pangaribuan (Tapanuli Utara) ke kawasan Saipar Dolok Hole. Sejak lama Sibatang Kayu sudah menjadi Lobu atau bekas pemukiman yang ditinggalkan oleh penduduknya. Tetapi sampai sekarang ditempat itu masih terdapat beberapa kuburan tua, menurut masyarakat Sipagimbar kuburan tersebut adalah kuburan orang-orang zaman dahulu.
Menurut kisah lisan yang sering diceritakan masyarakat Sipirok dari Sibatangkayu lah awal mula keturunan Siregar mulai memasuki kawasan Sipirok. Mereka merupakan pelopor yang merintis berdirinya tempat pemukiman didaerah tersebut. Tempat-tempat pemukiman yang mereka dirikan itu kemudian berkembang menjadi huta (desa). Dan keturunan mereka tampil menjadi raja-raja bermarga Siregar yang memegang kekuasan dikawasan Sipirok sampai ke kawasan Saipar Dolok Hole. Itulah sebabnya maka orang-orang bermarga Siregar dipandang sebagai cikal bakal yang mempelopori pertumbuhan masyarakat Sipirok.
Sejarah tentang pertumbuhan Sipirok tidaklah salah jika dimulai dari sejarah nama Sipirok itu sendiri. Menurut cerita lisan yang hingga kini masih hidup ditengah-tengah masyarakat, kata Sipirok berasal dari nama kayu Sipirdot. Setelah mengalami transformasi, kata Sipirdot berubah menjadi Sipirok.
Masyarakat Sipirok merupakan gabungan dari sejumlah besar orang-orang yang berlainan marga dan datang dari berbagai tempat ke kawasan Sipirok dan Saipar Dolok Hole. Kedatangan mereka tidak terjadi secara serentak.
Dalam hal ini ada pendapat umum yang mengakui bahwa cikal bakal yang mengawali pertumbuhan masyarakat Sipirok ialah orang-orang yang bermarga Siregar. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sejarah pertumbuhan masyarakat Sipirok berawal dari datangnya sejumlah keluarga yang bermarga Siregar kekawasan Sipirok yang menetap dan berkembang di daerah tersebut. Kemudian perlahan orang yang berlainan marga pun perlahan memasuki wilayah Sipirok. Tetapi mereka semua dapat membentuk suatu kehidupan bersama dari generasi ke generasi hingga sekarang.
Proses terbentuknya masyarakat Sipirok dengan cara dan keadaan yang demikian itu tampak tergambar dalam ungkapan local yang mengatakan bahwa "Sipirok Pardomuan". Arti ungkapan tersebut adalah : Sipirok Perpaduan. Dan kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat Sipirok memang merupakan perpaduan dari sejumlah besar orang-orang yang berlainan marga yang dahulu datang dari berbagai tempat yang berbeda dan bertemu dikawasan Sipirok & Saipar Dolok Hole.
Menurut beberapa literatur dan keterangan lisan, orang-orang yang bermarga Siregar yang merupakan cikal bakal dalam proses pertumbuhan masyarakat Sipirok berasal dari suatu tempat yang bernama Muara. Tempat tersebut terletak di Tapanuli Utara, lokasinya ditepi Danau Toba. Dan menurut O. Gorga Torsana Siregar (1974:6) orang–orang yang bermarga Siregar adalah keturunan dari Toga Siregar. Ia adalah putra bungsu dari Si Raja Lontung yang dilahirkan dari istrinya si Boru Pareme pada suatu tempat yang bernama Banua Raja, letaknya ditepi Danau Toba. Diperkirakan Toga Siregar lahir kurang lebih 550 yang lampau, sebab perkiraan itu dibuat oleh O.Gorga Torsana Siregar pada tahun 1974, maka dapat diperhitungkan bahwa Toga Siregar lahir sekitar tahun 1424.
Setelah Toga Siregar berumah tangga dan mendapat anak, dia bersama keluarganya pindah ke Banua Raja ke desa Sabulan yang juga terletak ditepi Danau Toba. Toga Siregar dan keluarganya menetap di desa Sabulan sampai mendapat cucu. Kemudian karena desa Sabulan ditimpa bencana alam Toga Siregar beserta istri dan anak cucunya pindah ke sebuah tempat yang bernama Urat di pulau Samosir.
Keturunan Raja Sumba yang yang sudah lebih dulu menetap di Urat curiga bahwa kedatangan keluarga Toga Siregar hendak merebut tempat tersebut, yang berujung pada konflik antara Raja Sumba dan Toga Siregar yang membuat Toga Siregar meningggalkan tempat itu dan pindah ke Muara yang terletak di pinggir Danau Toba di seberang pulau Samosir.
Pada masa Toga Siregar menetap di Muara, ia telah mempunyai empat orang putra dan satu orang putri. Keempat putranya itu masing-masing adalah : Raja Silo, Raja Dongoran, Raja Silali, dan yang bungsu Raja Sianggian.
Anak sulung Toga Siregar yang bernama Raja Silo mempunyai lima orang putera: Ompu Tuan Dihorbo, Si Lima Lombu, Tuan Nahoda, Datu Bira dan yang bungsu Datu Mangambe.
Putera kedua Toga Siregar yang bernama Raja Dongoran mempunyai seorang anak laki-laki bernama Datu Junjungan.
Anak Toga Siregar yang ketiga, yaitu bernama Raja Silali mempunyai seorang putra bernama Guru Sinungsungan.
Putra Toga Siregar yang bungsu yakni Raja Sianggian mempunyai dua orang putra, yaitu Ompu Tuan Jujur (Giang Raja), dan adiknya bernama Parmata Sopiak.
Pada waktu berdiam di Muara, keluarga Toga Siregar mengalami konflik dengan saudara2 kandungnya. Untuk menghindari kejadian yang lebih buruk, maka Toga Siregar dan seluruh keluarganya meninggalkan Muara. Mereka pindah kesuatu tempat yang bernama Sigaol. Tetapi dikemudian hari Toga siregar beserta keluarganya kembali lagi ke kawasan Muara dan membuka sebuah pemukiman baru yang diberi nama Huta Siraja. Letaknya tidak begitu jauh dari desa Aritonang yang sampai sekarang masih terdapat di Tapanuli Utara. Menurut riwayat Toga Siregar meninggal dunia dan dimakamkan di Huta Siraja Batu yang terletak dikawasan Muara itu.
Setelah Toga Siregar meninggal dunia, untuk beberapa generasi lamanya sebahagian keturunan dari keempat putranya menetap di Muara. Sebahagian lainnya pergi membuka pemukiman baru yang tidak begitu jauh dari Muara. Pada suatu masa kemarau panjang melanda Muara, sehingga terjadi gagal panen padi. Untuk menghindari kelaparan keluarga Toga Siregar meninggalkan tempat itu. Mereka pindah ke kawasan Humbang, dan membuka tempat pemukiman baru (Lobu Siregar). Menurut Soetan Pangoerabaan (1925:6) keturunan Toga Siregar yang pindah dari Muara diantaranya adalah Parisang-isang Harbangan dan Parmata Sapiak.
Dalam hubungan ini menurut O.Gana Torsana dan Sutan Habiaran Siregar (1974:48) Parisang-isang Harbangan adalah keturunan Raja Silali (putra ketiga Toga Siregar) dan Parmata Sapiak keturunan Raja Siagian (putra bungsu Toga Siregar).
Menurut O. Gana Torsana Siregar (1974:49) empat orang dari keturunan Raja Dongoran (putra kedua Toga Siregar) ikut meninggalkan Muara untuk menyusul dua saudaranya yang telah terlebih dahulu pindah ke kawasan Humbang. Keempat keturunan Raja Dongoran itu adalah : Datu Baragas, Datu Nahurnuk, Datu Mangapung, dan Datu Parultop. Mereka merupakan generasi ke lima dari Toga Siregar. Selain itu, satu orang dari keturunan Raja Silo (putra sulung Toga Siregar) yang bernama Si Jambe Ulubalang merupakan generasi ke enam dari Toga Siregar, bersamanya turut anaknya yang bernama Guru Sotaradu, yang merupakan generasi ke tujuh dari Toga Siregar.
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan, bahwa yang pindah dari Muara ke Humbang adalah keturunan dari empat putra Toga Siregar. Karena diantara yang pindah terdapat generasi ketujuh Toga Siregar yang diperkirakan lahir sekitar 1424 M maka dapat diperkirakan perpindahan mereka dari Muara ke Humbang terjadi sekitar tahun 1600. Dalam hal ini masa satu generasi diperkirakan sekitar 25 tahun.
Melalui keterangan yang demikian ini dapatlah diketahui dengan jelas bahwa rombongan orang-orang bermarga Siregar yang bertama kali memasuki wilayah Angkola adalah yang pindah dari kawasan Humbang. Bekas tempat pemukiman mereka di Humbang disebut Lobu Siregar. Nama lobu biasanya digunakan untuk menyebut suatu bekas tempat pemukiman yang sudah ditinggalkan oleh penduduknya.
Nama Lobu siregar yang diberikan pada bekas tempat pemukiman sejumlah keturunan Toga Siregar dikawasan Humbang itu, dapat memberi petunjuk bahwa pada waktu mereka mendiami tempat itu, mereka sudah merupakan bahagian dari suatu kelompok kekerabatan patrilineal (marga) yang menggunakan identitas Siregar.
Sesuai dengan perkiraan diatas, bahwa keturunan Toga Siregar bermukim di Humbang sekitar tahun 1600, pada masa itu pula lah sebahagian dari mereka mulai memasuki wilayah Angkola untuk pertama kalinya. Kawasan yang mereka masuki adalah kawasan Saipar Dolok Hole dan kawasan Sipirok. Pada masa dahulu kedua kawasan ini dinamakan Angkola Dolok (Parlindungan 1987:32).
O. Gorgana Torsana Siregat (1974:32) mengemukakan bahwa pada waktu orang-orang bermarga Siregar berada di Humbang (Lobu Siregar), ada diantara mereka yang pergi ke perbatasan Balige untuk meluaskan wilayah pemukiman. Tetapi ternyata kawasan tersebut telah ditempati oleh keturunan Siraja Sumba, dan mereka tidak dapat menerima kedatangan keturunan Siregar. Akhirnya terjadi konflik diantara kedua belah pihak, yang menyebabkan keturunan bermarga Siregar memutuskan untuk meninggalkan huta tempat mereka bermukim di Humbang, dan sebahagian dari mereka kembali ke Muara, dan sebahagian lainnya pindah ke Pangaribuan yang tidak begitu jauh tempatnya dari Saipar Dolok Hole di Angkola Dolok.
Karena berbagai hal, mereka yang pindah ke Pangaribuan kemudian meninggalkan tempat tersebut. Datu Baragas (keturunan Raja Dongoran) kembali ke Muara. Saudaranya yang bernama Datu Mangapung bersama keluarganya pergi ke Sigumpar. Saudaranya yang lain yang bernama Datu Parultop bersama keluarganya pergi ke Sipiongot di Padang Bolak. Sedangkan saudara mereka yang bernama Datu Nahurnuk bersama keluarganya meninggalkan Pangaribuan menuju Saipar Dolok Hole. Namun Datu Nahurnuk meninggal dunia dalam perjalanan menuju daerah tersebut. Keluarga Datu Nahurnuk meneruskan perjalanan mereka dengan dipimpin oleh Ompu Palti Raja, yaitu putra Datu Nahurnuk.
Setelah lama meninggalkan Pangaribuan akhirnya rombongan yang dipimpin oleh Ompu Palti Raja itu memasuki kawasan Saipar Dolok Hole atau Angkola Dolok di Tapanuli Selatan. Di tempat itu mereka membuka pemukiman baru yang dikenal dengan nama Sibatang Kayu. Letaknya tidak begitu jauh dari Sipagimbar. Menurut Parlindungan (1987:32) tempat pemukiman yang dibuka oleh Ompu Palti Raja di kawasan Saipar Dolok Hole itu bernama Sibatang Hayuara Mardomu Bulung, yang berarti : Pohon Beringin bertaut Daun.
Dalam wawancara yang dilakukan dengan beberapa orang tokoh masyarakat di Sipagimbar, mereka membenarkan bahwa tempat yang bernama Sibatangkayu itu dahulu memang merupakan tempat pemukiman nenek moyang orang-orang bermarga Siregar yang mula-mula sekalli datang dari Pangaribuan (Tapanuli Utara) ke kawasan Saipar Dolok Hole. Sejak lama Sibatang Kayu sudah menjadi Lobu atau bekas pemukiman yang ditinggalkan oleh penduduknya. Tetapi sampai sekarang ditempat itu masih terdapat beberapa kuburan tua, menurut masyarakat Sipagimbar kuburan tersebut adalah kuburan orang-orang zaman dahulu.
Menurut kisah lisan yang sering diceritakan masyarakat Sipirok dari Sibatangkayu lah awal mula keturunan Siregar mulai memasuki kawasan Sipirok. Mereka merupakan pelopor yang merintis berdirinya tempat pemukiman didaerah tersebut. Tempat-tempat pemukiman yang mereka dirikan itu kemudian berkembang menjadi huta (desa). Dan keturunan mereka tampil menjadi raja-raja bermarga Siregar yang memegang kekuasan dikawasan Sipirok sampai ke kawasan Saipar Dolok Hole. Itulah sebabnya maka orang-orang bermarga Siregar dipandang sebagai cikal bakal yang mempelopori pertumbuhan masyarakat Sipirok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.